Ini pertama kali Ara melakukan reportase di kawasan
lokalisasi. Sudah banyak wartawan lain yang tiba di TKP melakukan peliputan
tentang kejadian tewasnya seorang pekerja seks di kawasan tersebut. Seusai
meliput dan mewawancarai beberapa narasumber yang terlibat, Ara langsung
mengirim email hasil liputan saat itu juga."huaaaah, akhirnya selesai
jugaa" gumam Ara pada diri sendiri.
Tak lama kemudian dia mencari sesosok manusia yang namanya
telah melayang-layang di memori otaknya selama ini. "Duh kemana ya si
Fauzan itu, masa dia ga ngeliput kesini sih?" tanyanya dalam hati sambil
menengok kanan kiri di kerumunan wartawan. Tiba-tiba pikirannya itu teralihkan
melihat beberapa anak kecil seusia sekolah dasar sedang bertengkar sambil
berkata-kata kasar dan jorok. "Hei hei hei kalian ga boleh berantem"
sela Ara sambil melerai pertengkaran bocah-bocah tadi.
Tiga orang anak yang masih sekitaran umur 8-9 tahun itu
masih adu mulut dan ingin memukul satu sama lain.
"udah-udah sini, stop berantemnya stop!" ucap Ara
setengah berteriak sambil melerai. "diem lu, tai lu dasar lu sialan"
ucap salah seorang anak laki-laki berambut coklat kemerah-merahan dengan kaos
compang-camping
"heh, elu yang diem kampret lu dasar" ucap yang
lain sambil mengarahkan tinju ke arah anak berambut coklat itu, sementara anak
satunya lagi sedang berusaha melerai bersama Ara. "Hei, udah stop!! Kalo
kalian berhenti nanti kakak traktir makan!" ucap Ara sambil memegang
tangan anak itu, mereka terdiam seketika dan menatap ke arah ara bersamaan,
"Oke, kenalin aku Ara, kalian pasti belom makan kan?", tanya Ara,
"ayok masuk mobil, kita makan di dekat perempatan lampu merah"
Tiga orang anak laki-laki dengan pakaian lusuh itu seketika
itu juga berhenti bertengkar. Ara mulai megemudikan mobil ke luar area
lokalisasi dan memberhentikan mobil di depan restoran cepat saji tidak jauh
dari kawasan peliputan tadi. Ketiga anak itu mengikuti Ara dari belakang. Ara
langsung memesan makanan. "Kalian mau pesan apa?" tanya Ara.
"Aku dada ayam yang paling besar" jawab salah satu dari mereka,
"Aku mau paha" jawab si rambut merah, "aku terserah kakak
aja" si pelerai menjawab. Setelah memesan makanan dan minuman, mereka
duduk di meja pojok dekat kaca.
Ara menyuruh mereka untuk makan terlebih dahulu. Tampak
ketiga anak itu makan sangat lahap seperti sudah beberapa hari tidak makan.
Tanpa basa basi mereka menghabiskan makanan seketika. Ara memperhatikan mereka
sambil sesekali tersenyum bahagia melihat anak-anak yang polos itu. Selesai
makan, Ara bertanya nama mereka satu persatu. "Aku Ujang kak" jawab
anak yang melerai. "Aku Rino" jawab anak berambut coklat kemerahan,
"Kalo kamu?", Ara lanjut bertanya, "Aku Adi" ucapnya agak
ketus. "oke, kakak mau nanya jadi kenapa kalian berantem?, Trus kenapa
kalian nggak sekolah?", "kita semua ngemis kak, jadi nggak
sekolah", jawab Ujang polos, "tadi ada om wartawan yang kasih kue
satu kotak ke kita bertiga tapi nggak sengaja jatoh sama Rino, hancur deh
kuenya makanya berantem", lanjut Ujang, Rino dan Adi masih terdiam.
Ara tidak terlalu terkejut mendengar jawabannya karena sejak
masih kuliah dia sudah akrab dengan anak jalanan dan anak-anak di wilayah
lokalisasi seperti itu. Ara adalah perempuan dengan tingkat kecerdasan
intelektual, emosional dan spiritual yang seimbang. Sejak SMA, dia sudah aktif
di berbagai kegiatan kerelawanan terutama mengajar anak-anak jalanan. Mereka
bercerita mengapa mereka tidak sekolah dan mengapa bertengkar.
Di sudut meja lain, Ara tidak sadar ada seorang pria yang
diam-diam memperhatikan ara dari tempat duduknya sambil sesekali mencoba
mendengarkan apa yang Ara perbincangkan. "oke, jadi kalian semua ngemis
dan kalian ditelantarkan orangtua sehingga kalian nggak sekolah, Adi dan Rino
berantem tadi cuma gara-gara kue yang jatoh gitu kan?", Ara mencoba
menyimpulkan, Mereka semua mengangguk. "ya udah, besok kakak kesini lagi
terus kakak beliin kalian kue lebih banyak dari yang om wartawan tadi kasih,
ayok saling minta maaf dan janji ga bakal berantem lagi satu sama lain juga
ngomong kasar atau jorok lagi. Mereka saling mengulurkan untuk jabat tangan
tanda permintaan maaf dan berjanji nggak akan mengulangi perbuatan itu lagi.
Setelah bertanya detail tentang kehidupan mereka, Ara akan mengantar mereka
pulang ke kawasan lokalisasi tadi.
Tiba di parkiran mobil, ada seorang pria yang tengah
menunggu di samping mobilnya. "eh Fauzan, ada apa?" tanya Ara kaget,
"nih mau ngasih ini tadi jatuh pas lo ngambil dompet bayar makan di
dalem" ucap Fauzan sambil mengulurkan secarik origami berbentuk burung
yang ada di dalam tas Ara, "oh, oke thanks" jawab Ara dengan muka
sangat shock.
"Ra, lo sibuk nggak hari ini? Ngopi dulu yuk, lo udah
selesai kirim report ke atasan kan?", ajak Fauzan, "hmm udah si Zan,
tapi gue udah ada janji sama nyokap sore ini", jawab Ara dengan hati
berdebar-debar tak tentu arah, "kalo gitu weekend ini lo nggak sibuk kan?
Makan di luar yuk? gue ajak ke restauran seafood deh, gue tau tempat yang
enak", pinta Fauzan lagi tanpa basa-basi, "duh, mampus deh kenapa dia
tau kalo gue suka banget seafood" pikirnya dalam hati sedikit geer.
"Oke deh" jawab Ara singkat, "oke nanti ketemu dimananya kita
personal chat aja kayaknya lo juga lagi buru-buru dan gue akan minta kontak lo
ke david boleh kan?" Lanjut Fauzan sambil mengembangkan senyumnya yang
sangat menawan, "oh, oke" jawab Ara dengan tingkah yang canggung,
"yaudah gue duluan ya Zan" lanjut Ara sambil membuka pintu mobil agar
anak-anak tadi masuk ke dalam.
Di dalam mobil ketika Ara mengemudi dan si Ujang menyeletuk
"kak itu Om yang tadi ngasih kita kue sekotak loh". Ara sedikit
terkejut sambil menjawab singkat "oh, om tadi ya?" Ara masih
terhanyut dalam pikiran kacaunya tentang Fauzan. "Dia baca isi tulisan di
origami gue nggak yaa? Kenapa tiba-tiba dia ngajak makan? Haduuuuh kenapa bisa
jatuh siih" pikirnya dalam hati
***
Di dalam kamar kos, Fauzan masih terngiang-ngiang obrolannya
dengan David kemarin malam di resto dekat kantor. "Zan, lu nggak punya
perasaan atau gimana sih?" tanya David, "Emang ada apa Vid?" sambung
Fauzan, "Lo nggak pernah ngerasa gitu kalo Ara punya rasa ke lo?"
tanya David kembali, "Hah? Ara???" tanya Fauzan memperjelas,
"iya Ara. Alisa Lunara sahabat gue sejak SMA. Wartawati lugas berhati
emas. Parah aja lo selama ini dia suka sama lo dan lo nggak sadar",
"beneran gue nggak tau Vid, lagian gue kan nggak kenal Ara banget
Vid" jawab Fauzan agak kaget, "ya ini makanya gue kasih tau
Zan." jawab David sedikit kesal, "Ara itu cewek yang nggak gampang
suka sama cowok. Banyak yang berusaha ngedeketin, tapi dia bukan cewek
sembarangan" lanjutnya. David meneruskan cerita kalau Ara punya jiwa
sosial tinggi, care banget sama orang lain, dan yang nggak kalah penting dia
perempuan cerdas. Nggak segan-segan dia kasih info kebaikan Ara yang selama ini
dia kagumi sebagai seorang sahabat. Fauzan lumayan terkesima mendengar sosok
Ara dengan banyak kelebihan dan yang paling penting sosok itu telah lama
mengagumi dirinya. "Gini gini Vid, oke kalo ketemu nanti gue coba ajak dia
keluar deh", "siip kalo gitu. Ntar gue kontak lo lagi ya" ucap
David
Misi David yang berinisiatif nyomblangin Ara sepertinya
menemui titik terang. Melihat sikap Ara siang tadi di resto membuktikan apa
yang David katakan tentang sosok Ara memang benar. Fauzan mulai berkata dalam
hati "Tuhan, sepertinya hamba batal untuk tidak menyukai perempuan dengan
profesi yang sama denganku. Sungguh, Engkau maha membolak-balikkan hati
manusia. Sepertinya perasaan itu mulai bergejolak di dada hamba. Entah perasaan
apa yang mucul tapi........."
Pintu kamar tiba-tiba dibuka dan Fauzan sangat terkejut ada
Faris yang muncul seketika dari balik pintu.
"hei, kenapa Zan kok kaget gitu? Ngelamunin cewek
ya?" tanya Faris sedikit menyelidik, "haha, kepo banget Ris. Ada apa
nih?" jawab Fauzan, "mau konsul nih masalah cewek sih, lo sibuk
nggak?" sembari duduk di samping Fauzan, "kagak Ris. Gimana gimana,
mau cerita apa lo?"
"gue lagi suka sama cewek Zan. Tapi cewek itu suka sama
orang lain, nah orang lain itu nggak tau dan kayaknya sih nggak suka sama cewek
yang gue taksir ini. Menurut lo gue harus gimana Zan?" ungkap Faris.
Dengan bijak Fauzan meberikan saran yang sangat tidak
diprediksi "pertama-tama lo harus yakinin diri lo bahwa itu cewek beneran
baik luar dalem lahir maupun batin. Nah, soalnya di usia kita yang udah mateng
gini ris udah nggak jaman lagi pacaran dan main-main tanpa jelas endingnya.
Ketika lo udah yakin dia cewek taat agama, baik, nggak macem-macem, lo langsung
ajak dia nikah aja. Jangan tanggung-tanggung, lamar dia men!!" jawab
Fauzan sambil menepuk-nepuk pundak sahabatnya.
Mendengar jawaban Fauzan, Faris sedikit kaget dan langsung
kehabisan ide untuk berkata-kata lagi. Omongan Fauzan sama sekali nggak salah.
"Jadi gitu pendapat lo ya Zan?" Tanya Faris memperjelas. Fauzan
mengangguk sambil tersenyum. Dia tak tahu bahwa dia telah memberi saran
sahabatnya untuk melamar orang yang mulai masuk mengisi kehampaan hatinya
#bersambung
By: Annisa Fauzia
Note:
Ini adalah challenge group menulis One Week One Paper
(OWOP).
Temanya adalah "The last word, an early story",
dimana member lain yang mendapatkan urutan selanjutnya, meneruskan cerita
menggunakan kata terakhir dari cerita sebelumnya.