Friday, May 6, 2016

The Last Word Early Story (Episode 10)





Previous Episode : Episode 1 | Episode 2 | Episode 3 | Episode 4 | Episode 5 | Episode 6 | Episode 7 |                                  Episode 8 | Episdoe 9

Ini pertama kali Ara melakukan reportase di kawasan lokalisasi. Sudah banyak wartawan lain yang tiba di TKP melakukan peliputan tentang kejadian tewasnya seorang pekerja seks di kawasan tersebut. Seusai meliput dan mewawancarai beberapa narasumber yang terlibat, Ara langsung mengirim email hasil liputan saat itu juga."huaaaah, akhirnya selesai jugaa" gumam Ara pada diri sendiri.

Tak lama kemudian dia mencari sesosok manusia yang namanya telah melayang-layang di memori otaknya selama ini. "Duh kemana ya si Fauzan itu, masa dia ga ngeliput kesini sih?" tanyanya dalam hati sambil menengok kanan kiri di kerumunan wartawan. Tiba-tiba pikirannya itu teralihkan melihat beberapa anak kecil seusia sekolah dasar sedang bertengkar sambil berkata-kata kasar dan jorok. "Hei hei hei kalian ga boleh berantem" sela Ara sambil melerai pertengkaran bocah-bocah tadi.

Tiga orang anak yang masih sekitaran umur 8-9 tahun itu masih adu mulut dan ingin memukul satu sama lain.
"udah-udah sini, stop berantemnya stop!" ucap Ara setengah berteriak sambil melerai. "diem lu, tai lu dasar lu sialan" ucap salah seorang anak laki-laki berambut coklat kemerah-merahan dengan kaos compang-camping
"heh, elu yang diem kampret lu dasar" ucap yang lain sambil mengarahkan tinju ke arah anak berambut coklat itu, sementara anak satunya lagi sedang berusaha melerai bersama Ara. "Hei, udah stop!! Kalo kalian berhenti nanti kakak traktir makan!" ucap Ara sambil memegang tangan anak itu, mereka terdiam seketika dan menatap ke arah ara bersamaan, "Oke, kenalin aku Ara, kalian pasti belom makan kan?", tanya Ara, "ayok masuk mobil, kita makan di dekat perempatan lampu merah"

Tiga orang anak laki-laki dengan pakaian lusuh itu seketika itu juga berhenti bertengkar. Ara mulai megemudikan mobil ke luar area lokalisasi dan memberhentikan mobil di depan restoran cepat saji tidak jauh dari kawasan peliputan tadi. Ketiga anak itu mengikuti Ara dari belakang. Ara langsung memesan makanan. "Kalian mau pesan apa?" tanya Ara. "Aku dada ayam yang paling besar" jawab salah satu dari mereka, "Aku mau paha" jawab si rambut merah, "aku terserah kakak aja" si pelerai menjawab. Setelah memesan makanan dan minuman, mereka duduk di meja pojok dekat kaca.

Ara menyuruh mereka untuk makan terlebih dahulu. Tampak ketiga anak itu makan sangat lahap seperti sudah beberapa hari tidak makan. Tanpa basa basi mereka menghabiskan makanan seketika. Ara memperhatikan mereka sambil sesekali tersenyum bahagia melihat anak-anak yang polos itu. Selesai makan, Ara bertanya nama mereka satu persatu. "Aku Ujang kak" jawab anak yang melerai. "Aku Rino" jawab anak berambut coklat kemerahan, "Kalo kamu?", Ara lanjut bertanya, "Aku Adi" ucapnya agak ketus. "oke, kakak mau nanya jadi kenapa kalian berantem?, Trus kenapa kalian nggak sekolah?", "kita semua ngemis kak, jadi nggak sekolah", jawab Ujang polos, "tadi ada om wartawan yang kasih kue satu kotak ke kita bertiga tapi nggak sengaja jatoh sama Rino, hancur deh kuenya makanya berantem", lanjut Ujang, Rino dan Adi masih terdiam.

Ara tidak terlalu terkejut mendengar jawabannya karena sejak masih kuliah dia sudah akrab dengan anak jalanan dan anak-anak di wilayah lokalisasi seperti itu. Ara adalah perempuan dengan tingkat kecerdasan intelektual, emosional dan spiritual yang seimbang. Sejak SMA, dia sudah aktif di berbagai kegiatan kerelawanan terutama mengajar anak-anak jalanan. Mereka bercerita mengapa mereka tidak sekolah dan mengapa bertengkar.

Di sudut meja lain, Ara tidak sadar ada seorang pria yang diam-diam memperhatikan ara dari tempat duduknya sambil sesekali mencoba mendengarkan apa yang Ara perbincangkan. "oke, jadi kalian semua ngemis dan kalian ditelantarkan orangtua sehingga kalian nggak sekolah, Adi dan Rino berantem tadi cuma gara-gara kue yang jatoh gitu kan?", Ara mencoba menyimpulkan, Mereka semua mengangguk. "ya udah, besok kakak kesini lagi terus kakak beliin kalian kue lebih banyak dari yang om wartawan tadi kasih, ayok saling minta maaf dan janji ga bakal berantem lagi satu sama lain juga ngomong kasar atau jorok lagi. Mereka saling mengulurkan untuk jabat tangan tanda permintaan maaf dan berjanji nggak akan mengulangi perbuatan itu lagi. Setelah bertanya detail tentang kehidupan mereka, Ara akan mengantar mereka pulang ke kawasan lokalisasi tadi.

Tiba di parkiran mobil, ada seorang pria yang tengah menunggu di samping mobilnya. "eh Fauzan, ada apa?" tanya Ara kaget, "nih mau ngasih ini tadi jatuh pas lo ngambil dompet bayar makan di dalem" ucap Fauzan sambil mengulurkan secarik origami berbentuk burung yang ada di dalam tas Ara, "oh, oke thanks" jawab Ara dengan muka sangat shock.

"Ra, lo sibuk nggak hari ini? Ngopi dulu yuk, lo udah selesai kirim report ke atasan kan?", ajak Fauzan, "hmm udah si Zan, tapi gue udah ada janji sama nyokap sore ini", jawab Ara dengan hati berdebar-debar tak tentu arah, "kalo gitu weekend ini lo nggak sibuk kan? Makan di luar yuk? gue ajak ke restauran seafood deh, gue tau tempat yang enak", pinta Fauzan lagi tanpa basa-basi, "duh, mampus deh kenapa dia tau kalo gue suka banget seafood" pikirnya dalam hati sedikit geer. "Oke deh" jawab Ara singkat, "oke nanti ketemu dimananya kita personal chat aja kayaknya lo juga lagi buru-buru dan gue akan minta kontak lo ke david boleh kan?" Lanjut Fauzan sambil mengembangkan senyumnya yang sangat menawan, "oh, oke" jawab Ara dengan tingkah yang canggung, "yaudah gue duluan ya Zan" lanjut Ara sambil membuka pintu mobil agar anak-anak tadi masuk ke dalam.

Di dalam mobil ketika Ara mengemudi dan si Ujang menyeletuk "kak itu Om yang tadi ngasih kita kue sekotak loh". Ara sedikit terkejut sambil menjawab singkat "oh, om tadi ya?" Ara masih terhanyut dalam pikiran kacaunya tentang Fauzan. "Dia baca isi tulisan di origami gue nggak yaa? Kenapa tiba-tiba dia ngajak makan? Haduuuuh kenapa bisa jatuh siih" pikirnya dalam hati


***

Di dalam kamar kos, Fauzan masih terngiang-ngiang obrolannya dengan David kemarin malam di resto dekat kantor. "Zan, lu nggak punya perasaan atau gimana sih?" tanya David, "Emang ada apa Vid?" sambung Fauzan, "Lo nggak pernah ngerasa gitu kalo Ara punya rasa ke lo?" tanya David kembali, "Hah? Ara???" tanya Fauzan memperjelas, "iya Ara. Alisa Lunara sahabat gue sejak SMA. Wartawati lugas berhati emas. Parah aja lo selama ini dia suka sama lo dan lo nggak sadar", "beneran gue nggak tau Vid, lagian gue kan nggak kenal Ara banget Vid" jawab Fauzan agak kaget, "ya ini makanya gue kasih tau Zan." jawab David sedikit kesal, "Ara itu cewek yang nggak gampang suka sama cowok. Banyak yang berusaha ngedeketin, tapi dia bukan cewek sembarangan" lanjutnya. David meneruskan cerita kalau Ara punya jiwa sosial tinggi, care banget sama orang lain, dan yang nggak kalah penting dia perempuan cerdas. Nggak segan-segan dia kasih info kebaikan Ara yang selama ini dia kagumi sebagai seorang sahabat. Fauzan lumayan terkesima mendengar sosok Ara dengan banyak kelebihan dan yang paling penting sosok itu telah lama mengagumi dirinya. "Gini gini Vid, oke kalo ketemu nanti gue coba ajak dia keluar deh", "siip kalo gitu. Ntar gue kontak lo lagi ya" ucap David

Misi David yang berinisiatif nyomblangin Ara sepertinya menemui titik terang. Melihat sikap Ara siang tadi di resto membuktikan apa yang David katakan tentang sosok Ara memang benar. Fauzan mulai berkata dalam hati "Tuhan, sepertinya hamba batal untuk tidak menyukai perempuan dengan profesi yang sama denganku. Sungguh, Engkau maha membolak-balikkan hati manusia. Sepertinya perasaan itu mulai bergejolak di dada hamba. Entah perasaan apa yang mucul tapi........."

Pintu kamar tiba-tiba dibuka dan Fauzan sangat terkejut ada Faris yang muncul seketika dari balik pintu.
"hei, kenapa Zan kok kaget gitu? Ngelamunin cewek ya?" tanya Faris sedikit menyelidik, "haha, kepo banget Ris. Ada apa nih?" jawab Fauzan, "mau konsul nih masalah cewek sih, lo sibuk nggak?" sembari duduk di samping Fauzan, "kagak Ris. Gimana gimana, mau cerita apa lo?"
"gue lagi suka sama cewek Zan. Tapi cewek itu suka sama orang lain, nah orang lain itu nggak tau dan kayaknya sih nggak suka sama cewek yang gue taksir ini. Menurut lo gue harus gimana Zan?" ungkap Faris.

Dengan bijak Fauzan meberikan saran yang sangat tidak diprediksi "pertama-tama lo harus yakinin diri lo bahwa itu cewek beneran baik luar dalem lahir maupun batin. Nah, soalnya di usia kita yang udah mateng gini ris udah nggak jaman lagi pacaran dan main-main tanpa jelas endingnya. Ketika lo udah yakin dia cewek taat agama, baik, nggak macem-macem, lo langsung ajak dia nikah aja. Jangan tanggung-tanggung, lamar dia men!!" jawab Fauzan sambil menepuk-nepuk pundak sahabatnya.

Mendengar jawaban Fauzan, Faris sedikit kaget dan langsung kehabisan ide untuk berkata-kata lagi. Omongan Fauzan sama sekali nggak salah. "Jadi gitu pendapat lo ya Zan?" Tanya Faris memperjelas. Fauzan mengangguk sambil tersenyum. Dia tak tahu bahwa dia telah memberi saran sahabatnya untuk melamar orang yang mulai masuk mengisi kehampaan hatinya


#bersambung


By: Annisa Fauzia



Note:
Ini adalah challenge group menulis One Week One Paper (OWOP).


Temanya adalah "The last word, an early story", dimana member lain yang mendapatkan urutan selanjutnya, meneruskan cerita menggunakan kata terakhir dari cerita sebelumnya. 

Next Episode : Episode 11

0 comments:

Post a Comment

Happy Apple