Sunday, October 16, 2016

Story Blog Tour : Rahasia Setelah Kematian


Pic From; Tumblr.com


Chapter 8
Rahasia Setelah Kematian


Mati.

Mati adalah sekat pembatas, sekat pembatas antara kehidupan dan dunia setelah kehidupan, dunia yang entah apa namanya tidak akan ada yang tahu, dan masih menjadi rahasia. Jika kau ingin tahu rahasia itu, maka jalan satu-satunya kau harus mati.

Dada pria itu sesak. Seakan paru-parunya telah menyempit, dan udara yang ia hirup dengan sekuat tenaga seakan enggan masuk ke rongga dada, sakit, rasanya ingin bunuh diri, ingin mati.

“Sial!!”

Bugh!

Tangan pria itu mengepal, sebelum sukses menghantam tembok batu yang tak mungkin runtuh hanya dengan satu pukulan tangan kosong.

Air matanya mengalir tanpa permisi, membuatnya merasa menjadi orang bodoh untuk yang kedua kali. Dengan pakaian serba hitam, Tio, sedang meratapi nasib, menimbang-nimbang, haruskah ia ikut mati? Untuk menebus kesalahan, sekaligus menyusul dia.

Tio tidak akan sanggup pergi ke sana, ia terus berdiam diri dalam ruangan yang menjadi gelap karena sengaja tak ia nyalakan lampunya, ruangan ini adalah sanggar, sanggar tari yang mereka gunakan untuk latihan tarian ritual biadab itu. Perlahan sayup sayup suara dari kejauhan datang mendekat, membuka pintu sanggar yang letaknya tak jauh dari gedung tua, gedung tua tempat dimana Agni kehilangan kehormatanya, juga tempat dimana Agni kehilangan nyawanya.

Tepat pagi tadi, seantero kampus heboh, karena Agni yang dikabarkan hilang setelah kematian Pak Rama, telah ditemukan digedung tua dengan keadaan mengenaskan dan tidak berbeda jauh dengan Pak Rama.

“Tio..”

Itu Naara, Urvi, juga Auri, yang juga dengan pakaian serba hitam. “Kamu nggak kesana?” Ujar Naara masih diambang pintu sanggar, Mereka bertiga tampak iba memandang Tio disudut ruangan dengan kepalan tangan yang telah membiru dan berdarah, bisa di tebak, Tio telah menantang tembok itu untuk melampiaskan pahit yang ia rasa.

Mereka bertiga berjalan mendekat, “Tio..., kamu nggak mau kesana? Setidaknya untuk mendoakan Agni untuk yang terakhir kalinya” Auri membuat suaranya selembut mungkin, karena iba, juga karena takut mengucapkan kalimat yang salah.

Naara, Urvi dan Auri terus berjalan mendekat, “Tio..”

“PERGI KALIAN!”

Deg.

Ketiganya tersentak dan menghentikan langkah kakinya, Belum selesai Naara berbicara, kini ia sudah mengurungkan niat untuk membuka mulutnya.

Hening. Hanya sayup-sayup suara isak tangis yang berusaha Tio tahan, agar tidak terdengar.

“Kenapa? Kenapa harus Agni lagi?” Desisnya.

“Diantara kalian semua, kenapa harus Agni?!” Suara Tio meninggi, kini Tio menatap ketiga teman wanita dari wanita yang ia cintai, wanita yang gagal ia lindungi, dan wanita yang kini telah pergi.

Naara yang tadi sempat mengurungkan niatnya untuk bicara, kini ia merasa harus berbicara, bagaimanapun juga, ia tidak terima oleh kata-kata Tio barusan.

“Apa?” Naara memandang Tio, membalas tatapan sengitnya “Jadi, asalkan bukan Agni yang mati, tak apa kalau satu diantara kita bertiga yang mati? Itu maksudmu?”

Tio tidak menjawab, ia masih mengepalkan tanganya, dan perlahan ia jatuh terduduk.

Naara menarik nafas pendek, “Dengar ya, Tio, Kita semua juga teman Agni! Apa cuma kamu yang merasa kehilangan Agni? Nggak! Kita semua juga sedih, kita semua juga kehilangan, Tapi apa kamu tahu akan satu hal?” Naara menarik nafas lagi, “Ini semua bukan salah kita, ini salah kamu, juga salah Agni! Kalian berdua yang memiliki ide untuk melakukan ini! Kami hanya membantu!”

“Na... Nara sudah.. “ Auri menepuk pundak Naara, dan memeluknya, guna untuk meredakan amarah yang tersulut di benak sahabatnya.

Tio masih diam, namun tio mulai bangkit berdiri, “Ini semua salah Angga..” Ucapnya lirih

“Angga..? “ Ketiganya mengernyit, dan menautkan alis, “Angga.. siapa?” Auri kebingungan.

“SEMUA SALAH ANGGA!” Amarahnya sudah mencapai puncak, Tio bergegas keluar dari sanggar itu, Naara dan Auri nampak kebingungan, tapi mereka segera keluar menyusul Tio, Naara menoleh kebelakang, mendapati temanya yang masih berdiri didalam sana, Urvi, yang sedari tadi diam seribu bahasa.

“Urvi, ayo!” Ajak Naara melambaikan tanganya pada Urvi.

“Ya”

Akhirnya Urvi menyusul, dan ketiganya mengikuti Tio dari belakang yang entah akan pergi kemana, dan.. siapa itu Angga?


***


Semuanya mengira bahwa Tio akan pergi ke pemakaman Agni, di tempat pemakaman umum yang letaknya hanya di pinggir jalan kurang lebih 300 meter jarak dari kampus.

Ternyata tidak, Tio berjalan menyusuri gang disamping kampus, gang yang sama sekali tidak besar dan tidak kecil, cukup apabila hanya dilalui sebuah mobil.

Mereka bertiga terus menyusuri gang itu, entah kemana kakinya melangkah, mereka hanya mengikuti langkah kaki Tio didepanya.

Tio berhenti tepat didepan sebuah rumah, rumah komplek bercat krem tipe 21 yang dirombak dan ditingkat menjadi dua lantai, memang selalu terlihat sepi seperti biasanya.

Brak! Brak Brak!

“Buka pintunya!!” Tio mengetuk pintu rumah itu kasar

Tidak ada jawaban, “Buka pintunya atau ku dobrak!”

Masih tidak ada jawaban.

Brakkk!!!

Pintu kayu itu sukses terbuka paksa hanya dengan sekali dobrakan dari Tio. Tio memasuki rumah itu tanpa izin, dan diikuti oleh temanya yang sedari tadi mengikutinya.

Mereka menaiki tangga, dan tibalah pada sebuah kamar paling ujung, kamar yang memiliki aura tidak enak, aura yang membuat semua orang bahkan orang yang tidak memiliki kekuatan supranatural pun bisa ikut merinding.

Tio mendobrak pintu kamar itu, terdapat seorang laki-laki berbadan tinggi tegap disana, cukup tampan, namun dia berantakan, rambutnya acak-acakan, sepertinya sedang tak karuan.

Tio yang memiliki tubuh tidak kalah tinggi dari pria itu mulai menghampirinya, menarik kerah baju pria itu secara paksa, dan menatapnya sengit

“Kenapa Agni juga ikut mati?! Brengsek!”

Bugh!

Satu hantaman keras sukses membelai pipi kanan pria itu dengan kasar, dan membuatnya jatuh tersungkur. Pria itu diam, ia tidak membalas, ia hanya sibuk menyeka darah yang mengalir dari sudut bibirnya.

“Kenapa Agni bernasib sama seperti Sandra?” Bentak Tio, “Jawab jangan diem aja!”

Bugh!

Pukulan kedua milik Tio sukses dilayangkan, “Kubilang jawab, Angga!”

Jadi orang ini, yang bernama Angga?

Angga mengalami nasib yang sama seperti Tio, Angga kehilangan wanita yang dicintainya, Sandra. Sandra adalah korban pelecehan seksual yang dilakukan oleh Pak Rama sebelum Agni. Angga telah melaporkan pak Rama ke polisi, namun Angga tidak mempunyai bukti apapun karena Sandra telah mati. Sandra dibunuh setelah direbut kehormatanya oleh Pak Rama. Mengenaskan. Saat itu, Angga mulai berfikir, jika polisi tidak bisa bersahabat untuk membalaskan dendam Sandra, Maka sebagai gantinya, Angga hanya harus bersahabat dengan kegelapan.

“Hanya ada satu cara menghentikan rantai ini” Akhirnya Angga angkat bicara, “Kau, harus mulai mencari perantara lain”

Tio mengangkat alis, dan meregangkan cengkraman pada kerah baju milik Angga, “Maksudmu?”

“Batu pusaka merah ini” Angga mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya, tidak lain tidak bukan, adalah batu pusaka merah yang berkilauan dan telah dibungkus dengan plastik bening.

Tio tidak mengerti, namun ia kembali mencengkram kerah baju milik Angga lagi. “Terus, Kalau udah ngelakuin itu, apa Agni bisa hidup lagi? Hah?!”

Naara menelan ludah melihat kejadian ini, tak pernah ia sangka, Tio bisa semarah ini.

“Nggak Bisa” Jawab Angga, “Yang mati, nggak akan pernah bisa kembali. Namun setidaknya, dengan cara itu, nggak akan ada lagi korban yang akan mati” Tio, Naara, juga Auri tampak terbelalak.

“Mati lagi?! apakah setelah Agni masih akan ada korban lagi?” Naara yang masih berdiri di ambang pintu kamar mulai angkat suara.

Angga mengangguk, “Dan aku udah tahu siapa yang akan jadi korban selanjutnya”

Angga mulai melepaskan cengkraman Tio, ia menghidupkan TV dan memasukan CD kedalam DVD player, beberapa detik kemudian, TV itu memutarkan sebuah rekaman CCTV, CCTV saat festival budaya dua hari yang lalu berlangsung, rekaman saat ritual terlarang itu dilaksanakan, juga hari dimana Pak Rama menghembuskan nafas terakhirnya.

Tio kebingungan, juga Naara dan Auri “Festival budaya?”

“Ya” Angga mengangguk lagi, “Pehatikan baik-baik detik-detik sebelum Pak Rama terbunuh, Sebelumnya aku pernah menonton video CCTV ini bersama dengan tamanku yang tak tahu menahu tentang adanya ritual ini, Temanku langsung merinding, dia tidak melihat ada penari tambahan disana, padahal jelas jelas kita semua melihat penari tambahan yang mengelilingi Pak Rama bukan?”

Semuanya mengangguk setuju, Angga pun melanjutkan, “Temanku bilang, ini adalah video terseram sepanjang masa dimana ada seorang yang tiba tiba terluka dan mengeluarkan darah dengan sendirinya tanpa ada siapapun yang menyentuhnya. Jadi bisa dipastikan, yang bisa melihat makhluk selain manusia adalah kita yang tahu akan ritual atau kita yang terlibat akan ritual tersebut” Jelas Angga panjang lebar.

“Lalu?” Tanya Naara yang belum menangkap apa maksud dari penjelasan Angga

“Lalu perhatikan siapa yang muncul ditengah tengah keempat penari tambahan yang mengelilingi Pak Rama” Angga memperlambat video tersebut dengan mode slow. Saat detik-detik dimana keempat penari tambahan itu mengeluarkan keris dari balik selendangnya, Ya.. benar.. ada seorang wanita yang  muncul ditengah sana, Membawa keris yang paling bersinar dan membenamkan keris itu pada perut Pak Rama tanpa ampun.

“Agni!” Ketiganya tersentak, tak percaya.

Agni ditengah tengah penari itu, dan menghunuskan keris pada Pak Rama.

“Tapi bukanya Agni ada dipanggung bersama kita?” Protes Naara.

“Kau perhatikan baik-baik” Rangga menunjuk pada TV yang sedang memutar CCTV tersebut, “Yang dipanggung itu tatapan matanya kosong, dia pukan Agni, yang dipanggung itu, hanyalah Raga Agni, sedangkan Jiwanya disana, membunuh Pak Rama”

Mengerikan, ritual macam apa ini?

“Setelah itu..” Angga menelan ludah, rasanya kata-kata yang akan keluar berikutnya sangat sulit untuk diucapkan, “Lalu setelah itu, Agni yang mati, dengan kata lain orang yang telah membunuh adalah yang selanjutnya akan terbunuh.

“Apa?!” Kini giliran Auri yang menelan ludah, “Jadi orang yang telah membunuh Agni adalah yang akan menjadi korban selanjutnya?”

Angga hanya mengangguk. “Kalian harus menemukan orang lain yang memiliki dendam dan berniat untuk membunuh, lalu membujuknya untuk melakukan ritual itu, maka rantai itu akan terputus dari kalian, dan akan berpindah pada orang tersebut”

Bugh!

Hantaman sangat keras dari tangan Tio yang entah keberapa kalinya menyapa wajah Angga yang sudah penuh dengan luka.

“Kenapa kamu gak bilang dari awal? Kenapa kamu baru bilang setelah Agni mati?” Bentak Tio, “Setidaknya aku bisa selamatkan Agni jika aku tahu lebih cepat!”

“Maaf, aku berniat akan mengatakanya setelah Pak Rama mati, namun aku terlambat, Agni sudah keburu hilang”

Bugh!

“Lalu, kenapa kau tak bilang bahwa ada resiko ini sebelum kau memberi batu pusaka merah itu pada Agni?! Setidaknya, aku akan melarang Agni untuk melakukan ritual itu!”

“Maaf, tapi Aku butuh Agni untuk membalaskan dendam Sandra, jika aku katakan, Agni tak akan mau melakukanya”

“Egois!”

Saat ingin melayangkan pukulanya lagi, Naara dan Auri disana, mencoba menahan tangan Tio sekuat tenaga.

“Sudah cukup!” Naara sekuat tenaga menggenggam lengan Tio, mencegahnya melakukan tinjunya lagi” sekarang yang paling penting adalah, menemukan siapa yang membunuh Agni, orang itu dalam bahaya sekarang, dia akan mati jika kita tidak menemukan perantara lain”

“Tapi, gimana caranya kita tahu siapa pembunuh Agni? di gedung tua itu kan, satu-satunya tempat yang tidak ada CCTV nya?, dan si pembunuh itu pun adalah roh dari manusia yang tidak bisa dilihat oleh orang lain kecuali kita, sedangkan kita tidak ada disana saat kejadian untuk melihatnya?” Tanya Auri

“Aku tahu,” Ujar Angga, “Aku disana saat kematian Agni, dan aku tahu roh siapa yang ada disana dan membunuh Agni”

“Siapa?!” Naara dan Auri serentak bersamaan.

“Urvi”

“Hah? Hey nggak mungkin, Urvi lagi sama kita semua dirumah sakit waktu Agni hilang” Elak Auri.

“Coba pikirkan, Agni juga ada dipanggung saat kejadian itu, tapi itu hanya raganya, dan nyawanya ada di bangku penonton membunuh Pak Rama! Begitu juga dengan Urvi!”

Manik mata Tio, Naara dan Auri seketika membesar, baru ia sadari diruangan itu hanya ada mereka berempat termasuk Angga, tidak ada Urvi. Kemana Urvi?

“Sejak kapan Urvi tidak ada disini?!”

“Sial kita terlambat!”

Urvi hilang setelah membunuh Agni, sama seperti Agni kemarin yang hilang setelah membunuh Pak Rama. Dan kejadian selanjutnya bisa ditebak, Urvi akan dibunuh, Dan pembunuh Urvi nanti akan jadi korban selanjutnya, tidak ada habis habisnya. Jalan satu-satunya, mereka harus mencari tumbal untuk dijadikan pemutus rantai itu. Setidaknya bukan mereka yang harus mati, setidaknya jika mereka mencari tumbal, yang mati adalah orang lain, dan bukan teman mereka yang akan saling membunuh.


***


“Hai Agni, kau sudah mati, berarti kamu sudah tahu rahasia setelah kematian ya? Hihihi, mungkin nanti aku juga akan segera tahu rahasia itu, tunggu ya!”




Bersambung-




Regards : cicicipta




***


Ini adalah rangkaian  Story Blog Tour yang diadakan oleh para member Oneweekonepaper , untuk tahu cerita awal dan selanjutnya,, yuk biasakan membaca kisah sebelumnya


Selanjutnya.. Kak Rere ^^

Monday, October 3, 2016

Story Behind Black Group Number 209, 212, 213, 214

Saturday morning,
06:00 am
.
.
.
.


Dor!
Uh. Udah horor banget belum itu judul?
udah macem mau bikin riddle atau urban legend gitu kan ya? jadi berasa kayak cerita tentang angka angka mistis atau ruangan berhantu gitu, ya nggak? udah iyain aja, kalau nggak ya yaudah silahkan pencet tombol silang di pojok kanan atas *nggak nggak* plis jangan, plis. Saya butuh pengunjung untuk menaikan trafic saya yang berdebu dan bersarang laba laba. *skip*

Hari itu 1 October 2016, sabtu pagi, jam 5 dini hari, saya sukses nggak bisa tidur semaleman, karena mata bengep abis nangis sesegukan. Kenapa? ini semua berkat Train To Busan, saya sukses galau kepikiran nasib si papa ganteng yang berakhir jadi zombie, mengenaskan, sangat mengenaskan. Kenapa harus zombie? kenapa nggak vampire? kalo si papa ganteng berubah jadi vampire, saya rela digigit si papa ganteng *plak* Beneran itu film sukses bikin saya teriak teriak esmosi sampai nangis nangis imut, nontonya jam berapa? jam 11 malem baru mulai nonton, selesai sekitar jam 2an.. untung disamping rumah saya lagi ada yang hajatan dan dia gelar dangdutan semaleman suntuk yang sound systemnya menggelegar jedag jedug gak karuan, jadi saya mau teriak teriak jungkir balik jumpalitan pun nggak bakal ada yang sadar, karena dangdutan disebelah rumah udah asoy banget gitu. Lanjut.

Harusnya malem itu saya tidur lebih awal, karena paginya udah tau mau ada kegiatan, tapi emang dasarnya saya kebangetan, saya malah nonton Train To Busan, akhirnya pun saya kesiangan. Hmm hmm sudah kudungan, *ditempeleng warga sekampung*.

Eh Tunggu, ngomong2 acara apa sih?
Yup, Acara Gramedia Science Day 2016
Apa tuh?
Gramedia Science Day (GSD) adalah model pendidikan informal untuk menumbuhkembangkan kreativitas dan inovasi anak melalui permainan berbasis SAINS. dan saya terdaftar sebagai volunteer di acara tersebut.



Harusnya jam setengah 6 udah di tkp, tapi setengah 6 saya masih otw kamar mandi. Saya buru buru, gak ngegubris mata bengep abis nangis semaleman, buru buru pake baju dan cus, nggak kepikiran juga buat sarapan, soalnya juga denger papa udah nyalain mobil buat nganterin, nggak berangkat sendiri? nggak, acaranya di ICE BSD, parkiranya 2000-3000/Jam, sedangkan saya bakalan disana sekitar 12Jam, tekor saya. Pas sampai diluar rumah saya melotot, kenapa? bukanya siap2 mau nganterin saya, si cowok yang paling ganteng dirumah saya ini malah asik nyabunin mobilnya, gubrak. Abis selesai handukin mobilnya, papa saya malah punya acara mandi dulu, gubrak. Abis mandi bukanya langsung nganterin, papa saya malah makan soto dulu, GUBRAK. mending daritadi saya ngesot aja sampe ke ICE. Harusnya dateng kesana jam 05:30 tapi saya sampai sana jam 06:57. Jam 7 men, saya masih diciledug warga sekampung udah di koreyah.

Hasilnya saya telat gak ikut briefing sebelum acara, akhirnya saya kalang kabut minta penjelasan dari panitia, Allah maha baik, panitia yang bertugas di bagian penjelasan briefingnya sangat baik, dia rela menjelaskan ulang technical nya dari awal.. huw rasanya jadi terhura, akhirnya saya sebagai Volunteer Faraday atau pendamping peserta pun memulai tugas saya.

Awalnya, saya takut hmm atau tepatnya ngeri nggak bisa jalanin tugas dengan baik, ngeri acaranya gagal, atau ngeri saya kebingungan.

Jumlah Terchnical Meeting Sebelum hari H ada 3 Kali, yaitu tanggal 23 September di Surya University, tanggal 29 September di Surya University dan Technical Meeting pada hari H sebelum acara pada jam 05:30 yang gagal saya datangi itu.

Saya merasa kurang pede karena sebelum hari H selama melakukan technical meeting 2 kali di Universitas Surya saya hanya berhasil mendapatkan 4 orang teman. Saya jadi merasa nggak pede gitu jadinya. Tapi ya masa saya mau nggak hadir? nggak bertanggung jawab banget dong saya. Yauwis mendingan saya selesaikan aja hari ini gatau gimana nanti jadinya yang penting saya dateng dulu aja. Setelah nonton Train To Busan semalem juga saya menyempatkan diri mempelajari Hanbook volunteer yang dibagiin beberapa hari yang lalu, harusnya sih dipelajarinya nyicil supaya nggak bingung, emang dasarnya udah kebiasaan belajar sistem kebut semalam akhirnya kebiasaan itu terulang lagi deyhh.

Lanjut.

Walaupun agak telat dan nggak ikutan briefing sebelum acara, untungnya saya ngerti dan paham sebagian garis besar tugas saya. Singkat cerita saya mendampingi peserta dari SDN Muncul 02. Sepertinya ini takdir yang mempertemukan saya dengan mereka, kenapa? entah kenapa rasa takut yang semalem hadir kayak kuntilanak itu perlahan hilang kayak kacang lupa kulitnya (Ha?), Lanjut, mereka lucu lucuuuuuuuuuuuuuuuuuu banget! saya sampe gemes rasanya mau bawa pulang, disitu juga tersirat dalam benak, rasanya saya jadi kepingin menjadi seorang guru seperti umar bakri /salah.

Jadi di Gramedia Science Day tersebut terdapat kompetisi sains antar sekolah, saya bertugas mendampingi 12 orang anak yang ikut serta dalam kompetisi itu, satu kelompok ada 3 orang jadi saya mengawasi 4 kelompok, total peserta yang ikut serta sekitar 800, Ada 100 Volunteer yang di kerahkan untuk membantu kesuksesan acara ini salah satunya termasuk saya. Tim Faraday adalah sebutan tim pendamping peserta, atau pendamping bocah bocah imut ini, jumlahnya ada 64 Volunteer untuk Tim Faraday, 12 Orang anak saya dampingi dan sisanya sebanyak 788 anak lagi di dampingi oleh 63 Tim Faraday yang lain.

Di hari technical meeting waktu lalu saya hanya kenal 4 orang teman sesama volunteer, saya jadi takut nggak bisa bersosialisasi di hari H, tapi itu semua runtuh, tepat di hari H jumlah kenalan saya naik drastis, entah karena rasa kerja sama yang kuat yang mewajibkan kita untuk berkenalan sesama volunteer, kenalan saya jadi nggak terhitung dan saya pun sampai lupa saya udah kenalan sama siapa aja, kalau ditanya jumlah ya pokoknya banyak, gitu lah ya/?








Kelompok yang saya pegang mendapatkan warna Hitam dengan nomor 209, 212, 213 dan 214, sesuai dengan judul saya, Ehe xD


Banyak kejadian lucu selama berlangsungnya permainan, sampai saya bingung mau cerita darimana.

Permainan pertama adalah Egg in Bottle, dimana peserta harus mengeluarkan telur rebus yang berada didalam botol




Permainan kedua adalah Volcao Mountain dimana peserta mencampurkan soda kue dan cuka dengan memberi sedikit pewarna merah agar terlihat seperti erupsi gunung merapi




Permainan ketiga adalah Strenght Paper dimana peserta harus mendirikan kertas yang nantinya akan dibebani 10 buku komik





Yang ini kelompoknya Zalfa, Sashi sama Puji emang paling gokil wkwk, sukses dengan beban 10 komik plus 1 buah tablet wkwk XD

Permainan keempat adalah Baloon Car dimana peserta harus membuat replika mobil dan nantinya akan dijalankan dengan balon yang ditiup.






Permainan kelima adalah Straw Building yaitu membuat replika gedung dengan 100 buah  sedotan.




Saya sangat menikmati step demi step permainannya, lucu banget ngeliat tingkah dan semangat dari anak anak SDN Muncul 2 yang saya jaga ini, rasanya saya jadi terbawa suasana, jadi inget masa SD, Uh.

Lucunya, saya udah kayak guru mereka, kalau saya ngilang, mereka nyariin. Mereka juga buntutin saya kemana mana.

"Kak Cici, kak Cici ada line gak?"

Waw, ini bedanya dengan saya masa esde dulu, atuh saya mah dulu kudet nggak ngerti line, hp pun belom android, masih yang layarnya kuning, game nya pun nggak secanggih pokemon, main snake sama tetris pun saya udah seneng, dulu itumah ya beda sama sekarang.

"Kak Ciciii, selfie yuk"

Yaaaa gimana ya.....



Selfie pun akhrinya tak dapat dihindari xD

Aduh lucunya, nggak dipungkiri saya jadi sayang banget sama mereka, baru kenal beberapa jam tapi rasanya ada yang beda, kayak ada getaran di jiwa /eak.

Kenapa ya? karena saya ngerasa dibutuhkan /asik. Kalau ada apa apa mereka nanya, kalau mau ini mau itu, bilangnya sama saya, kalau saya nggak ada padahal saya cuma pergi ke meja panitia sebentar, mereka nyariin.. duh dede emes banget!

Kompetisi tetaplah kompetisi, ada yang menang, ada yang kalah. Keempat kelompok yang saya jaga kurang beruntung, padahal mereka semua pintar-pintar, tapi namanya juga kompetisi, ada yang menang ada yang kalah, saya pun cuma bisa menguatkan, yang penting pengalamanya, bukan menangnya, yang penting pengetahuanya, bukan hadiahnya.

Semangat juang mereka, keceriaan mereka nggak senilai dengan hadiah semenggiurkan apapun, mau menang atau kalah, pada akhirnya, mereka tetap memenangkan hati saya.

Tsaaaaaaaaaahhh.



Last, 100 Volunteer Gramedeia Science Day 2016.


Selamat ya! Hari ini adalah hari yang nggak pernah bisa saya beli, yang gak bisa ditukar dengan apapun ;)



Regards : cicicipta
Happy Apple