Bersemangat menjalani hari hari adalah sifatnya Ara yang tidak
bisa diceraikan dari dirinya. Ia sedari tadi kebingungan harus bagaimana agar
Fauzan bisa membaca bait bait yang sudah diciptakan untuk sang matahari bagi
hatinya tiap hari. Namun, selepas makan siang tadi pikirannya kalut sekali, iya
memikirkan Fauzan, namun entah kenapa pikirannya bercampur dengan Faris, ia
merasakan ada yang lain tadi dari gelagat Faris. Berkali kali ia coba fokuskan
saja pada Fauzan namun bayang bayang wajah Faris tadi di lorong terngiang
selalu.
“Aku kenapa?, kenapa Faris ikut hadir dalam pikiran ini?,
ah, hilang dong”.
Ia bicara sendiri. Di meja kantornya seharusnya Ara
menyelesaikan deadline yang akan diserahkan kepada David, namun pikirannya
kacau sekali.
“Ra, sudah selesai yang gue minta?” Ara hanya membalas
dengan nyengir. “harus segera selesai Ra, ini sudah jam berapa, kamu kalau ada
urusan yang belum selesai, nanti saja kamu selesaijan Ara, ingat kita kejar
deadline dan kejar tayang, kamu gak boleh mencampurkan banyakna urusan yang
harus kamu selesaikan, itu pesanku untuk semua rekan kerjaku, hahaha”
“lu kenapa ceramahin gue gitu Vid?, emang gue lagi ngurus
apa? Sok tau lu” Ara memoyonhkan mulutnya. “halah, lu, gak usah mengelak ke gue
Ra, gue tau kok lu ngurus apa dan kenapa, gue udah pengalaman tau lu, hahaha”
David ketawa lepas dengan ciri khasnya. “serah lu lah Vid, lu emang raja kepo
dan sotoy” lagi lagi Ara memayunkan bibirnya tanda kesal dan bercampur aduk
gelisah takut ketauan sama David. “gini deh, lu cerita ke gue, mana tau gue
bisa bantu elu, kan gak rugi lu Ra? Lu gak percaya gue?” sambil membenarkan
kerah kemejanya, David masih berdiri di dekat Ara, di ambilnya sebuah kursi.
“gue tabak ajalah ya, lu lag jatuh cinta kan?” David menggerakkan alisnya
sambil menggoda Ara, wajah Ara langsung berubah. “lu, gak usah grogi gitu ke
gue Ra, gelagat perempuan kalau lagi jatuh cinta ada di lu Ra, salah satunya,
gak fokus kerja” David kali ini berubah gayanya bahasanya dengan serius.
Ara hanya diam saja mendengarkan perkataan David. Ia kembali
memperhatikan catatatn berita baru yang akan ditulisnya. Sambil ngetik Ara
bicara “Vid, lu sok tau amat sih jadi orang, emang lu anak psikologi” kali ini
David ketawa lagi, walaupun gue bukan anak psikologi tapi gue kan rajin baca
Ra, lu lupa ya?. Emang lu mau bantu apa kalau sotoy lu itu benar?” Ara masih
asyik dengan ketikannya, ia tidak terlalu menanggapi serius, walaupun hatinya
serasa copot ditangkap begini sama David. David itu ember mulutnya, itu yang
Ara khawatirkan sebenarnya, jadi ia takut, ini akan menjadi gossip kantor.
“gini aja deh Vid, dari pada lu ganggu gue lagi kerja,
mending lu pergi aja, nanti gak selesai ini lu juga yang susah kan? Hahaha.”
Ara sengaja tertawa agar David terlihat kacau akan analisanya. “udah lu pergi
sana, udah kepo sotoy lu lagi, buat gue gak fokus aja lu” Ara tidak melirik
sedikitpun menandakan ia sangat serius menyuruh David pergi. “Dasar jutek lu
Ra, gue mau bantuin lu, lu malah giniin gue, ya sudahlah, gue mau kasih sedikit
nasehar buat lu, berjuang sendiri dalam hal cinta itu lebih susah ketimbang ada
orang ketiga yang menjadi perantara, setidaknya ada rasa malu malu yang
tersimpan” David berlalu meninggalkan Ara yang sibuk dengan pikirannya sendiri.
Ara berhenti ngetik saat David beranjak, ia memikirkan kata
kata David, ‘benar juga apa yang dia bilang, hmmm, tapi bukan lu yang pasti
orang ketiga itu Vid, lu ember sih” Ara tersenyum simpul, ia melanjutkan
lamunannya tentang Fauzan dan bertanya-tanya, kenapa tadi saat memikirkan
Fauzan sosok Faris datang menghampiri?. Ara bertanya dengan dirinya sendiri.
Kenapa wajah iba Faris yang terlukis?.....
By: Helmi Yani
Note:
Ini adalah challenge group menulis One Week One Paper
(OWOP).
Temanya adalah "The last word, an early story",
dimana member lain yang mendapatkan urutan selanjutnya, meneruskan cerita
menggunakan kata terakhir dari cerita sebelumnya.
Next Episode : Episode 7
0 comments:
Post a Comment