Seseorang yang jatuh cinta pasti akan berdebar debar hatinya
apabila berdekatan dengan orang yang dicintainya, ditambah lagi jika orang yang
dicintainya itu berada hanya 5 jari didekatnya. Udara dinginna AC sudah tak
terasa oleh ara yang diliputi oleh aura panasnya darah yang mendesir kencang
dipompa oleh jantung wanita muda tersebut.
“ara, kamu kenapa diam saja sejak mereka berdua berada
didekat kita, kamu sakit atau ????” bisik Nicole kepada ara yang memang wajah
ara sudah merah semerah bayi yang baru dilahirkan sejak Faris dan Fauzan ada di
dekat mereka.
“atau apa ???”
ara sontak menjawab dengan terkejut, hampir saja kedua mata
coklat ara keluar dari sarangnya karena mendengar pertanyaan Nicole yang mulai
genit kepadanya.
“eehh.. maaf-maaf”
Ara menunduk karena menahan malu ketika melihat Faris dan
Fauzan menatapnya aneh. Maklum,
perempuan yang mana juga bisa rela membiarkan dirinya melakukan hal aneh
didepan orang yang disukainya ?
“yaudah, saya kebelakang dulu. Sepertinya badan saya tidak
enakan sejak tadi pagi. Bisa jadi karena saya belum bisa beradaptasi dengan
udara Bogor, padahalkan sudah 2 bulan saya disini sejak saya ditransfer dari
Jakarta. Huft”
Ara berlalu membalik badan dengan secepat kilat, tangannya
yang sigap mengambil lembaran-lembaran kertas kosong tanpa bentuk apalagi isi
yang ada di meja tempat mereka berkumpul, kertas-kertas itu dimasukkannya
kedalam tas yang berisiskan origami-origami kecil milik ara.
“oke.. bye.. assalammualaikum”
Ara bergegas pergi meniggalkan mereka bertiga.
Dibalik pintu kamar mandi yang tak jauh dari tempat Nicole
berkumpul bersama Faris dan Fauzan ara mengintip lelaki idamannya secara
diam-diam, berusaha untuk melihat fauzan tanpa harus dilihat fauzan, yah
mungkin bahasa gaulnya “mengintip”.
Naluri ara sebagai seorang wartawan yang mencintai sastra
itu pun bergairah dengan penuh semangat ketika ara melihat fauzan dari
kejauhan.
Tangannya merogoh tasnnya dan mengambil secarik kertas dan
sebuah pena berwarna hijau tua sebagai warna kesukaan ara, jari-jari kecil ara
pun menari lembut diatas kertas putih tak bertinta itu.
Bagi orang mungkin matahari itu jauh.
Tapi bagiku ntah kenapa aku mengatakannya sangat dekat.
Apakah karena aku tau jarak antara aku dengan matahari.
Atau karena ku sudah pernah menemukan yg lebih jauh dari
matahari.
Aku pun tak tau.
Bagi ku matahari itu tetaplah dekat.
Sedekat aku dengan matahari.
Iya. Aku merasakan
hangatnya tapi matahari belum tentu bisa merasakan keberadaanku.
Bagiku tidak penting apakah matahari merasakan keberadaanku.
Yang penting aku merasakan keberadaannya.
Seandainya matahari terlalu dekat denganku, aku bisa
kepanasan bahkan aku akan menghadapi kematian.
Bersyukur tuhan menciptakan jarak diriku dengan matahari
seperti jarak ku sekarang ini.
Kalau terlalu jauh, aku tidak bisa merasakan hangatnya
apalagi belaian sinarnya di pagi hari dan indah cahayanya di sore hari.
Aku lagi lagi bersyukur jarak ku dengan matahari hanya
segini..
Tak terlalu jauh apalagi terlalu dekat.
Seperti jarak ku pada mu.
Masih satu kantor, satu kota dan satu profesi.
Aku masih bisa merasakan hangatnya darah mengalir ditubuh ku
ketika kau berada di sekitar ku.
Iya.. Sedekat
matahari.
Terkadang ku melihat senyum indah mu di sore itu bersama
teman teman mu.
Ku melihat dari dekat, apalagi kalau bukan Sedekat matahari.
Bagi ku ini sudah dekat.
Sangat dekat, aku belum siap lebih dekat dari ini dengan mu.
Apalagi hingga jarak 5 jari dengan mu, itu akan menjadi
kiamat bagi ku.
Seperti matahari. Dan tentu saja Sedekat matahari.
Tetaplah menjadi matahari, dan jangan menjauh apalagi
mendekat.
Karena aku dan kamu Sedekat matahari.
Aku merasakan keberadaan mu, meski kamu tak pernah merasakan
ihal yang sama itu.
Dibalik kertas berisi puisi itu ara menuliskan Fauzan,
dengan tulisan berbahasa mandarin sebagai kode untuk setiap puisi yang ara
buat. Lalu kertas itu ara lipat dengan setulus hati menjadi lipatan kecil
berupa pesawat yang tak ubah seperti pesawat yang dimainkannya ketika kecil
dulu.
Ara pun memeluk pesawat kecil itu sambil berdoa,
“terbanglah bersama angin dan ajaklah angin memeluk dia yang
kucinta secara diam, pergilah ke dirinya. Sampaikan salam cinta ku untuk dia
sang matahari pujaan hati”
Dengan mana tertutup dan penuh keyakinan ara melempar
pesawat tersebut ke arah fauzan yang tegak membelakangi ara. Tak ada seorangpun
yang melihat ara melemparkan pesawat itu.
Pesawat kecil itu pun tepat jatuh dibawah kaki fauzan, dan
ara menggenggam erat tangannya sambil berharap pesawat itu dibaca.
Namun, angin jahat ntah dari mana datangnya meniup lembut
pesawat mirik ara sehingga pesawat itupun berpindah ke bawah kakinya faris,
dengan tak sengaja faris pun melihat pesawat itu dibawah kakinya sambil
memperhatikan tulisan OPEN ME di sayap sebelah kanan pesawat itu.
“ADUUH !!!”
Teriak ara dalam hati !!
Faris membuka surat itu dan membaca puisi buatan ara yang
sesungguhnya puisi itu dibuat untuk fauzan sang matahari.
“ini pasti dari ara, sudah ku duga jika dia memang mencintai
juga seperti kata hati ku selama ini”
Faris menggenggam kuat kertas itu, karena baginya membaca di
dekat ramai orang tidak bisa membuatnya menjiwai tulisan indah dari ara, faris
pun bergegas meminta izin kepada fauzan dan nicole untuk menuju meja kerjanya.
Dengan tangan masih menggenggam erat kertas berisi puisi
ara, faris berjalan dengan setengah berlari meninggalkan mereka.
By: Insanul kamil
Note:
Ini adalah challenge group menulis One Week One Paper
(OWOP).
Temanya adalah "The last word, an early story",
dimana member lain yang mendapatkan urutan selanjutnya, meneruskan cerita
menggunakan kata terakhir dari cerita sebelumnya.
Next Episode : Episode 5
Next Episode : Episode 5
0 comments:
Post a Comment