Friday, May 6, 2016

The last word, an early story (Episode 9)




Previous Episode : Episode 1 | Episode 2 | Episode 3 | Episode 4 | Episode 5 | Episode 6 | Episode 7 |                                  Episode 8


David pun menyambar perahu kertas yang hampir basah lalu berlari menuju tempat parkir, disimpannya di dalam saku jaket, rasa keponya cukup besar, berharap ada jawaban dari perahu kertas yang hampir hanyut terbawa air.

Faris masih terdiam disamping motor bututnya, sedikit sesal menyelinap, setelah tadi bersikap cuek dengan perasaannya akan perahu kertas, tiba – tiba ia ingin kembali, mengambil perahu kertas milik Ara.

“Belum pulang juga Ris?” tanya David membuyarkan lamunannya. “Eh, iya, belum, nungguin Fauzan sekalian” jawab Faris sambil sedikit terkejut,
“ya udah, Gue duluan ya, keburu malam, cepet pulang gih, ntar masuk angin, liat tuh baju lu sudah basah semua” pesan David

“siap 86 komandan” kata Faris sambil pura –pura hormat ibarat polisi lalu lintas.


***

Sementara ditempat lain....

Hujan mengguyur sepanjang perjalanan Ara, ingin sekali segera sampai di rumah, menikmati secangkir teh hangat dan berselimut tebal, sambil memikirkan Fauzan dan Faris.

“Apa, Fauzan dan Faris?” batin Ara, kenapa jadi bingung sekarang, bukankah selama ini my hero adalah Fauzan?? Yang selalu mewarnai hari –hari sebelumnya, mimpi –mimpi indahnya adalah Fauzan, kenapa bayangan Faris juga tak kunjung pergi.

Ya Tuhan jangan jadikan aku makhluk yang serakah, cukup satu matahari saja yang menyinariku.

Ara berusaha mengingat rangkaian peristiwa kenapa dari dulu tidak menyukai Faris, sekalipun Faris dan Fauzan sangat dekat sekali, Faris tidak seperti Fauzan yang selalu mengalah.

Faris selalu terlihat ingin dipandang lebih, baik dikantor ataupun saat di lapangan, berbeda dengan Fauzan yang selalu low profile, setiap Ara butuh bantuan, tanpa dimintapun Fauzan selalu bersiap, meski kadang ia juga menghindar dari tatapan curiga teman –teman se profesi mereka.

Dua puluh menit berlalu, rumah Ara sudah terlihat didepan mata, segera ia masuk dan mengganti bajunya dengan baju santai, Bi Inem menyuguhkan secangkir teh hangat dan segera diteguknya.

Menjelang tidurnya bayangan dua lelaki masih menggelayuti pikiran, "Kenapa aku masih memikirkan mereka” kata Ara dalam hati. Tak ingin belama–lama kalut dalam kegalauan, ditariknya selimut tebal, ingin rasanya ia segera pergi ke pulau mimpi, mimpi yang indah, bertemu sang matahari.

Selang berapa detik.

'tut, tut, tut' sms berdering, sms dari David

“Aku tau yang mebuatmu galau selama ini, hahaha, dasar Ara!!!, jangan dikira inisial F itu gue ngga tau, so don’t worry, tenang aja, aman”

Deg, Ara kelabakan, jangan–jangan David sudah tau semua, jangan–jangan David menemukan lipatan kertas di halaman parkir tadi, pikiran Ara mulai berkecamuk, segera ia balas sms David.

“Dasar kepo lu, terserah lu deh, yang penting sekarang mo bocan/bobo cantik sambil mimpi indah....bye bye kepoer,,”
Balasan sms Ara berlawanan dengan hati nuraninya. Malam itu benar –benar menjadi malam yang panjang bagi Ara, kini ada 3 lelaki yang membuat kepalanya berputar, apa yang harus ia jelaskan besok, kepada siapa ia harus menjelaskan, haruskah ia konfrensi pers bahwa yang ia idamkan selama ini adalah Fauzan.

Di waktu yang sama..

Faris dan Fauzan segera masuk kosan dengan berbasah kuyub, tak lupa mereka menyempatkan ngobrol sejenak sambil menikmati seduhan kopi buatan Fauzan, membicarakan rencana kantor yang akan dilakukan esok hari, ingin sekali Faris menyinggung sedikit masalah wanita diantara obrolan mereka, dengan hati –hati ia bertanya kepada Fauzan.

‘’eh, Zan, menurut kamu, Ara itu cantik gak?” tanya Faris. “hmmm, kok tiba–tiba ganti topik Ris, jangan–jangan lagi kena VMJ, virus merah jambu?” ledek Fauzan. “nggak nanya doang, menurutmu cantik mana Ara sama Nicole” tanya Faris lagi.

“Ris, Cantik itu relatif, siapa yang memandang, Ara cantik, Nicole juga cantik, puas lu“ jawab Fauzan. “kalo diminta memilih, kamu milih siapa Zan?” tanyanya lagi semakin penasaran. “milih?? Siapa ya, nggak ah, aku gak memilih siapa–siapa“ jawab Fauzan yang merupakan angin segar bagi Faris.

“lhoo kenapa Zan?” Faris makin kepo, “dengar ya Ris, aku nantinya ingin punya pasangan yang tidak sama profesinya denganku, aku ingin berbagi cerita dengan istriku kelak dengan dunia kerja kami masing–masing, itu akan terasa lebih seru” jelas Fauzan yang akhirnya membuat Faris bengong dihadapannya, antara senang bisa mendekati Ara, juga sedih karena mengetahui cinta ara bertepuk sebelah tangan.

Oh tuhan betapa rumitnya cinta ini


By ichasholicha





Note:
Ini adalah challenge group menulis One Week One Paper (OWOP).


Temanya adalah "The last word, an early story", dimana member lain yang mendapatkan urutan selanjutnya, meneruskan cerita menggunakan kata terakhir dari cerita sebelumnya. 


Next Episode : Episode 10

0 comments:

Post a Comment

Happy Apple