Previous Episode : Episode 1 | Episode 2 | Episode 3 | Episode 4 | Episode 5 | Episode 6 | Episode 7 | Episode 8 | Episdoe 9 | Episode 10
Hatinya kini terus saja resah, entah apa yang terjadi. Ara
merasa lelah setiap kali harus memikirkan kisah cintanya. Tentang Fauzan yang
mulai memberi perhatian atau tentang Faris yang mulai membuat pikirannya
teralih begitu saja.
Beberapa hari ini di kantor sikap Ara pun berbeda. Tak ada
lagi kertas origami. Tak ada lagi intip-intipan ala reporter pada fauzan.
Faris? Sama. Semuanya kini diacuhkan Ara. Ia hanya sibuk dengan semua deadline
dan wawancara ke sana ke mari.
"Ra, Lo sakit? Kenapa jadi pendiam gini sih? Patah
hati? Kan Fauzan udah buka hatinya ke elo sekarang." David menyangga
dagunya dengan kedua tangan, memandang Ara dengan penuh rasa penasaran.
"Maksud lo? Lo tau darimana? Jangan-jangan lo..."
Mata Ara mengernyit setengah melotot ke arah David.
"Gue cuma mau bantuin lo doang, Ra. Lagian usaha lo
cuma lempar origami doang, ya mana berhasil," tanpa rasa bersalah, David
terus menyerocos di depan Ara.
"GILA lo ya, Vid? Harusnya elo ga perlu ikut campur. Ga
perlu sama sekali. Ini urusan pribadi gue." Ara menghempaskan map di
depannya dan berserakanlah segala isi dari map itu. David bukan main
terkejutnya mendapati respon Ara yang begitu tak terduga. Ia mundur beberapa
langkah, mengangkat kedua tangannya berusaha menahan emosi Ara.
"Oke, gue minta maaf. Tapi niat gue baik, Ra. Serius.
Sekali lagi gue minta maaf." David kembali melangkahkan kakinya menjauh
dari meja kerja Ara. Terlihat beberapa karyawan lain saling pandang. Tidak
terkecuali Fauzan dan Faris.
Sepeninggal David, Ara benar-benar merasa bersalah membentak
David. Harusnya ia bisa mengontrol emosinya lebih baik tadi. David hanya
ceroboh. Diambilnya berkas-berkas yang berserakan tadi kemudian disusunnya
kembali satu persatu. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 12 siang.
"Aku lapar," keluhnya.
Di kantin kantor, Ira dengan pelan mengangkat sendok yang
sudah diisi nasi goreng favoritnya. Sesekali ia putar-putar sendoknya, entah
kemana pikiran Ara sekarang bermuara.
Dari jauh, Fauzan dan Faris datang mendekat. Ara yang
menyadari itu, mengacuhkan nasi goreng yang baru beberapa suap ditelannya.
Langsung saja ia bergegas pergi. Fauzan dan Faris pun saling pandang. Sama-sama
mengangkat baru.
"Dia yang gue suka, Zan."
"Siapa?"
"Ara... "
Fauzan tak melontarkan respon apa pun. Berusaha mengontrol
perasaannya. Sesimpul senyum terbentuk di wajahnya. Ditepuknya punggung Faris.
"Tapi dia udah duluan suka sama lo, Zan," lanjut
Faris yang bergantian tersenyum. Fauzan terdiam sejenak.
"Ya sudah, kita biarkan saja Ara yang memilih dan Tuhan
yang menentukan," ucap Fauzan lalu melemparkan pandangan jauh lewat kaca
jendela.
By: Annisa Fitri
Note:
Ini adalah challenge group menulis One Week One Paper
(OWOP).
Temanya adalah "The last word, an early story", dimana
member lain yang mendapatkan urutan selanjutnya, meneruskan cerita menggunakan
kata terakhir dari cerita sebelumnya.
0 comments:
Post a Comment